Minggu, 09 September 2012

Penagngan limbah cair dan padat pada ternak



Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, dan sebagainya. Apabila usaha peternakan semakin berkembang maka limbah yang dihasilkan juga akan semakin banyak.
Limbah ternak terbanyak biasanya dihasilkan dari ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses.
Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan.
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat.
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3).
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius.
Penanganan Limbah
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering. Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Berikut merupakan penjelasannya :
1.        Pengolahan fisik
Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pengolahan secara fisik antara lain seperti floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.
2.        Pengolahan kimia
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses seperti netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
3.        Pengolahan biologi
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului denghan pengolahan secara fisik.
Pemanfaatan Limbah sebagai Pupuk Kandang
1.        Pengertian
Di negara China tidak jarang dapat dilihat pembuangan limbah peternakan disatukan penampungannya dengan limbah manusia, untuk kemudian dijadikan pupuk organik tanaman hortikultura. Selain itu ada juga yang mencampurnya dengan lumpur selokan, untuk kemudian digunakan sebagai pupuk. Sebanyak 8-10 kg tinja yang dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan pupuk organik atau kompos 4-5 kg per hari. Farida (2000) mengungkapkan bahwa produksi kokon tertinggi diperoleh dari pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang dicampur dengan 50% limbah organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk dijadikan pupuk organik. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
2.        Metode Pengolahan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme
Organisme
Jumlah/gr kompos
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna
Protozoa
104 - 105
Makroflora
Jamur tingkat tinggi
Makrofauna
Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll
Proses pengomposan tergantung pada :
1.     Karakteristik bahan yang dikomposkan
2.     Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3.     Metode pengomposan yang dilakukan
3.        Kandungan
Kandungan unsur-unsur hara kompos bila dibandingkan dengan pupuk organik yang lainnya
No
Jenis-jenis pupuk
Unsur -Unsur hara dalam 10 ton
N
P2O5
K2O
Kg
1
Pupuk kandang
24
30
27
2
Kompos
22
4
43
3
Jerami
40
30
50


Kandungan nutrisi dari pupuk kompos
No
Jenis Nutrisi
Kandungan
1
Karbon (C)
19-40
2
Nitrogen (N)
2,0-2,5
3
Fosfor (P)
0,01-0,14
4
Kalium (K)
0,39-1,35
5
Magnesium (Mg)
0,04-0,21
6
Kalsium (Ca)
0,13-1,32
7
Air
10-15
8
C/N
9,0-20,0
4.        Tahapan Pembuatan
v  Tahap persiapan :
·           Persiapkan tempat yang terhindar dari matahari langsung
·           Buat larutan Bacillus dengan perbandingan 2 liter air ditambah 5 sendok makan Bacillus
v  Tahap pembuatan :
a.    Aduk kotoran sapi supaya tidak menggumpal atau jika ada sisa-sisa pakan agar tercampur
b.    Tiriskan atau semprot larutan Bacillus sambil diaduk sedikit demi sedikit sampai betul-betul rata
c.    Pemberian larutan Bacillus dihentikan bila adonan diatas sudah cukup baik/merata, dengan ciri tidak adanya lelehan air jika adonan dikepal dengan tangan
d.   Tutup rapat dengan alat penutup, agar tidak kena sinar matahari langsung
e.    Setelah 3 hari adonan dibongkar dan diaduk-aduk sambil ditambahkan lagi larutan Bacillus sampai mencukupi (sama seperti di atas). Hal yang sama dilakukan sampai umur 2 minggu
f.     Setelah tenggang waktu 2 minggu ditutup kembali dan ditunggu sampai umur 3 minggu
g.    Umur 3 minggu siap dibongkar kembali sambil diaduk-aduk dengan maksud diangin-anginkan sambil diberi kapur secara merata untuk selanjutnya pupuk siap digunakan.
5.        Bahan dan Alat yang Digunakan
v  Bahan :
Ø  Kotoran sapi yang sudah kering dengan kadar air 15 – 85 %
Ø  Sampah organik berupa sisa - sisa pakan sapi 10 %
Ø  Air
Ø  Larutan Bacillus
Ø  Dolomit / kapur gamping
Ø  Gula pasir
v  Alatalat yang digunakan :
Ø  Sekop untuk mencampur atau membalikkan kotoran sapi
Ø  Ember untuk membuat larutan Bacillus
Ø  Penutup (plastik, karung goni, alang-alang, dan sejenisnya)
6.        Kelebihan serta kekurangan dari Kompos
Pupuk organik berupa kompos apabila dibandingkan dengan pupuk anorganik atau buatan, memiliki kelebihan, antara lain:
- memperbaiki tekstur tanah
- meningkatkan pH tanah
- menambah unsur-unsur makro maupun mikro
- meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah
- relatif tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Sedangkan kelemahan dari pupuk kompos sendiri yaitu;
-          Jumlah pupuk yang diberikan lebih tinggi daripada pupuk anorganik
-          Respon tanaman lebih lambat
-          Menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
Kesimpulan
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Kompos memiliki unsur kimia diantaranya karbon, nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, karbon dan air yang masing-masing memiliki proporsi berbeda. Kompos merupakan salah satu pengolahan limbah kotoran hewan secara biologik yaitu fermentasi dengan adanya bantuan bakteri Bacillus. Kelebihan dari kompos diantaranya meningkatkan pH tanah, meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah dan tidak menimbulkan polusi lingkungan. Sedangkan kerugian dari kompos diantaranya respon tanaman lebih lambat dan menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
Saran
Kompos merupakan salah satu cara untuk meminimalisir semakin banyaknya pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan seperti dari kotoran sapi. Melihat banyaknya manfaat yang diberikan dari pembuatan kompos, maka hendaknya pemerintah lebih peka dan menggalakkan program ini secara maksimal dan dalam skala besar. Diharapkan dengan pembuatan komposini maka akan mengurangi biaya produksi dalam proses budidaya tanaman maupun bidang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2010.http://www.denpasarkota.go.id/instansi/file/?Pembuatan%20Pupuk%20Organik%20Padat.htm  Diunduh tanggal 25 Februari 2012 pukul 16.40 WIB.
Anonim. 2012. http://onlinebuku.com/2008/12/20/pemanfaatan-limbah-kotoran-ternak/. Diakses tanggal 28 Februari 2012 pukul 15.34 WIB
Muslihat, Lili. 2012. Tehnik Pembuatan Kompos Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Di Lahan Gambut. Wetlands International-Indonesia Programe:Bogor.
Nurtjahya, Eddy. Dkk. 2003. Pemanfaatan limbah ternak ruminansia untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yusuf, Tohari, 2009. http://tohariyusuf.wordpress.com/2009/04/25/kandungan-hara-pupuk-kandang/ Diunduh tanggal 25 Februari 2012 pukul 16.45 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut