Senin, 10 September 2012

PENCEGAHAN KERUSAKAN BAHAN PAKAN SELAMA PENYIMPANAN DARI SERANGAN SERANGGA



PENDAHULUAN
            Industri peternakan di Indonesia semakin berkembang. Perkembangan industri peternakan ini menuntut adanya pakan yang berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau.
             Proses penyimpanan terjadi saat bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk ransum yang siap dipasarkan dan akan diberikan pada ternak. Proses penyimpanan diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari ransum yang disimpan. Kualitas ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang keliru akan menyebabkan tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan kualitas ransum. Kerusakan selama penyimpanan meliputi kerusakan fisik, biologi, dan kimia.
            Kerusakan bahan pakan dalam penyimpanan ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara kondisi bahan pakan, kondisi lingkungan dan organisme (mikroorganisme, serangga dan rodenta) perusak kualitas bahan pakan. Kerugian yang ditimbulkan selama penyimpanan akibat interaksi tadi berupa kehilangan berat, penurunan kualitas, meningkatnya resiko terhadap kesehatan dan kerugian ekonomis. Serangga dan kutu (arthropoda) mempunyai kontribusi yang besar terhadap kerusakan bahan pakan baik kerusakan fisik maupun kehilangan kandungan zat makanan akibat aktivitasnya. Berbagai kerusakan bahan pakan yang terjadi selama penyimpanan secara umum disebabkan oleh jamur, serangga dan tikus. Serangga dan kutu juga berperan terhadap pertumbuhan jamur dan kapang dalam bahan pakan.

I.     Serangan Serangga Selama Penyimpanan
            Serangga dan kutu (arthropoda) mempunyai kontribusi yang besar terhadap kerusakan bahan pakan baik kerusakan fisik maupun kehilangan kandungan zat makanan akibat aktivitasnya. Berbagai kerusakan bahan pakan yang terjadi selama penyimpanan secara umum disebabkan oleh jamur, serangga dan tikus. Serangga dan kutu juga berperan terhadap pertumbuhan jamur dan kapang dalam bahan pakan. Bahan pakan secara umum tidak akan diserang oleh serangga pada suhu di bawah 17oC, sedang serangan kutu dapat terjadi pada suhu 3 - 30oC dan kadar air di atas 12 persen.
            Aktivitas metabolik serangga dan kutu menyebabkan peningkatan kadar air dan suhu bahan pakan yang dirusak. Arthropoda juga dapat bertindak sebagai pembawa spora jamur dan kotorannya digunakan sebagai sumber makanan oleh jamur. Faktor fisik lingkungan (suhu, kelembaban relatif dan kadar air bahan pakan) mempengaruhi kehidupan serangga. Perkembangbiakan, aktivitas dan pertumbuhan serangga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu yang rendah akan menekan perkembangbiakan dan aktivitas serangga sehingga pertumbuhannya menurun. Tabel 1. Kadar air dan kerusakan bahan pakan
KADAR AIR (%)
KERUSAKAN
<8
Tidak ada aktivitas, kecuali tikus
8 -14
Gangguan serangga, tikus
14 – 20
Serangga, jamur, tikus
20 – 25
Serangga, jamur, bakteri, tikus
>25
Bakteri, tikus dan biji akan tumbuh
           
            Kerusakan bahan pakan akibat serangan serangga merupakan kasus yang paling sering terjadi. Serangga mengambil dan memakan zat makanan dari biji-bijian atau bahan baku lain yang menyebabkan rusaknya lapisan pelindung bahan. Selain menyebabkan kerusakan secara fisik, karena sifatnya yang suka bermigrasi, serangga dapat memindahkan spora jamur perusak bahan pakan dan membuka jalan bagi kontaminasi jamur atau kapang yang menghasilkan mikotoksin. Serangga perusak bahan pakan antara lain ngengat, penggerek dan kumbang.
            Beberapa faktor fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain : suhu, kelembaban relatif, dan kadar air dari komoditas pangan yang disimpan. Suhu mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan serangga. Suhu rendah menyebabkan pertumbuhan serangga sangat lambat dan mortalitas relatif tinggi. Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum, dimana tingkat pertumbuhan akan mencapai titik optimum (Syarief dan Halid, 1993).
II.  Kerusakan Akibat Serangan Serangga
            Berupa kerusakan fisik dan kimiawi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat kontaminasi bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran. Serangga memakan dan merusak struktur fisik bahan pakan, seperti berlubang, hancur dan memicu pertumbuhan mikroorganisme lain. Aktivitas makan yang dilakukan oleh serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan secara kimiawi menyebabkan penurunan kualitas bahan. Bahan pakan yang disimpan dapat mengalami beberapa perubahan kimiawi yang dapat merubah rasa dan nilai nutrisi. Serangga hama mampu mempercepat perubahan kimiawi berbahaya. Sekresi enzim lipase oleh serangga mampu meningkatkan proses kerusakan secara kimiawi. Serangan serangga dapat meningkatkan panas bahan pakan. Saat populasi serangga telah mencapai kepadatan tertentu, aktivitas metaboliknya mengeluarkan lebih banyak panas dari yang dapat dihilangkan. Kerapatan populasi yang sangat tinggi dapat meningkatkan suhu hingga mencapai 45oC dan bila diikuti dengan kehadiran mikroorganisme, seperti jamur, suhu dapat mendekati 75oC.
            Sitophilus oryzae atau serangga penggerak merupakan hama utama pada beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras yaitu ditandai dengan butir beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung karena gerakan serangga. Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat (susut berat) mencapai 23% setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae mempunyai ciri yaitu sewaktu  masih muda berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang, kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat. Lingkungan hidup yang ideal pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi seperti ini, siklus hidupnya berlangsung 31–37 hari (Imdad dan Nawangsih, 1999).
III.    Pengendalian Serangga Hama Gudang
            Upaya untuk mengurangi resiko kerusakan akibat serangan serangga dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen penyimpanan. Sistem penyimpanan sifatnya buatan sehingga dapat diatur sesuai kebutuhan. Pengendalian serangan serangga melalui system penyimpanan dapat dilakukan dengan membaiki struktur bangunan tempat penyimpanan, penerapan sistem First In First Out dan mengendalikan kondisi bahan pakan yang disimpan. Kadar air bahan pakan mempunyai korelasi yang erat dengan kelembaban relatif. Kandungan air bahan pakan yang disimpan diupayakan serendah mungkin. Proses penurunan kadar air dapat dilakukan dengan penjemuran ataupun dengan meniupkan udara panas terhadap bahan pakan.
1.    Dengan menggunakan Fumigan (Fumigasi)
            Batas kadar air yang dinilai aman untuk penyimpanan adalah 13-14% dan kelembaban kurang dari 70%. Pengendalian serangga dapat dilakukan dengan zat kimia. Penggunaan zat kimia harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mencemari bahan pakan. Fumigan dan insektisida merupakan zat kimia yang dapat digunakan dalam pengendalian hama gudang yang telah menyerang bahan pakan. Fumigan merupakan senyawa kimia yang pada suhu dan tekanan tertentu terdapat dalam bentuk gas. Fumigan membunuh serangga dan hama lain melalui sistem pernafasan. Tindakan membunuh serangga hama gudang dengan fumigan disebut fumigasi. Fumigasi bersifat kuratif, membunuh hama yang ada dalam gudang, tidak dapat mencegah hama yang akan masuk kemudian. Dosis penggunaan fumigan tergantung pada suhu komoditas yang akan difumigasi, waktu minimal yang dibutuhkan agar fumigan efektif bekerja, jumlah gas fumigan yang hilang akibat kebocoran, keseragaman distribusi gas, kedalaman penetrasi gas, jenis serangga hama dan fase kehidupan. Penyemprotan insektisida merupakan tindakan yang biasa dilakukan pada kemasan yang telah difumigasi dan akan meninggalkan residu yang dapat membunuh serangga yang menyerang bahan pakan kembali.
2.    Pengemasan
            Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999). Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati                             (Harris dan Karnas, 1989).
            Potensi terbesar bagi mikroba untuk tumbuh terutama kapang pada permukaan kemasan adalah bila permukaan-permukaan kemasan mempunyai kelembaban yang sangat tinggi (Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemas mempunyai kemampuan dalam menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada tidaknya lubang-lubang yang sangat kecil pada permukaannya. Pengemasan bahan pakan dapat menggunakan beberapa bahan yaitu:
a.      Karung Goni
Karung merupakan alat pembungkus yang banyak digunakan untuk menyimpan hasil-hasil pertanian, yang akan disimpan dalam jangka waktu lama maupun sementara, akan tetapi tidak semua komoditi pertanian memerlukan karung baru untuk pengemasannya, ada yang menggunakan karung bekas dan ada pula yang menggunakan karung sintesis. Apabila dibandingkan dengan karung serat sintesis, karung goni mempunyai kualitas yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung goni tidak sepenuhnya dimiliki oleh karung serat sintesis (Soekartawi, 1989).
b.      Karung Plastik
Karung plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni, meskipun masih banyak kekurangan yaitu daya tahannya kurang, sehingga karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik diganco maka akan bocor, karena tidak dapat tertutup kembali seperti halnya karung goni (Winarno dan Laksmi, 1974).
c.       Plastik
Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industry pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk         (Syarief dan Irawati, 1988).
d.      Kemasan Kertas
Kertas adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu). Kertas biasa digunakan untuk mengemas bahan atau produk pangan kering atau untuk kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan yang dikemas) dalam bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak dapat dipanaskan, akan tetapi sampah kertas dapat didegradasi secara alami (Junaedi, 2003).
            Jenis kemasan kertas dan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga sampai penyimpanan 8 minggu, sedangkan kemasan karung plastik sampai penyimpanan 4 minggu, dan kemasan karung goni sampai penyimpanan 2 minggu. Jenis kemasan karung goni, kemasan karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik dapat mempertahankan sifat fisik ransum sampai penyimpanan 8 minggu.( Wigati, 2009)
DAFTAR PUSTAKA


Wigati, Dimar . 2009. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan Terhadap serangan serangga dan sifat fisik Ransum broiler starter berbentuk crumble. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harris, R. S. dan E. Karnas. 1989. Evaluasi Nilai Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Press, Bandung.
Imdad, H. P. dan Nawangsih A. A. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Junaedi. 2003. Mempelajari pemanfaatan berbagai jenis kemasan kertas untuk penyimpanan sayuran segar: studi kasus pengaruh berbagai jenis kertas terhadap umur simpan selada daun (Lactuca sativa L) dalam penyimpanan
segar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. L. B. Jenie. 1984. Kerusakan Bahan Pangan. Gramedia Utama,Jakarta. Winarno, F. G. dan B. S. Laksmi. 1974. Dasar Pengawetan Sanitasi dan Keracunan.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut