Selasa, 27 September 2011

kecelakaan, Minggu 25 September 2011

Ketika sebuah kecelakaan lalulintas terjadi antara sepeda motor dengan sepeda motor pasti semua korban merasa dirinya benar dang a mau di salahkan. Seperti yang terjadi padaku hari ini. Sebuah kecelakaan menimpaku. Seorang kakek menabrakku dari belakang. Kejadian terjadi sekitar pukul satu siang ketika aku sedang menuju masjit ketika dalam perjalaanan ponorogo menuju Solo.

Ceritanya di sebuah jalan tikungan tajam ke kiri aku aku akan belok ke kanan menuju masjit di kanan jalan. Setelah riting aku tidak melihat ke belakang karna dalam pikiranku mana mungkin da orang menyalip aku di tikungan tajam ke kiri tersebut ditambah di depanku ada mobil. Tapi entah apa yang di pikirkan kakek yang menabrakku tiba-tiba ketika aku akan berhenti di depan masjit di menyalakan klakson sepedamotornya “tiiinnn…..” dan langsung DUG…. menabrakku. Aku berusaha mengendalikan sepeda motorku tapi ternyata tidak bisa karena ban sepeda motorku langsung di tubruk dari belakang. Aku terjatuh dan terseret sampai di halaman masjit. SIALL…
Tubuhku terguling-guling di depan masjit. Kaki kananku terjepit sepeda motor. Ketika ku berusaha bangun aku tak bisa segera bangun karena kaki kananku terjepit. Pertama yang kulakukan sehabis jatuh adalah mengeluarkan kakiku dari jepitan sepeda motor dengan cara menendang sepeda motorku dengan kaki kiri.

SIAL… langsung terasa sakit di kaki kananku karena terjepit. Kulihat sarung tangan kananku sobek. Rasa amarah dan benci keluara dari pikiranku, ditambah dendam dan sakit. Belum sampai kakiku lepas tu kakek marah-marah padaku, menyalahkan aku dan mengomel tak karuan yang sama sekali tak kudengarkan karena kakiku masih terjepit. Lalu da seseorang yang menolongku yang ternyata dia keponakan tu kakek. Tu orang yang menjadi saksi kalu yang salah adalah pemannya. Saat kejadian dia berda persis di belakang tu kakek. Dia juga yang tahu kalau pamanya tidak hati-hati dan melihat kebenaran balam diriku.

Setelah bisa berdiri hal yang kulakukan pertama kali adalah marah-marah pada tu kakek. Yang jelas-jelas salah dan tak melihatku belok. Membantah semua tuduhan yang katanya aku tak hati lah, yang katanya tidak reting lah, yang katanya tak bisa bisa naik motor lah dan lain-lain. Sampai da nenek yang di bonceng tu kakek nangis-nangis dan bilang kalau “aku mati gimana?” sambil nangis-nagis tak karuan. Kulihat tubuhnya gemetaran, air matanya menetes dan wajahnya pucat. Setelah melihat tu nenek aku menjadi lebih tenang. Aku menjadi ingat nenekku dahulu. Dan ahirnya aku diam dan lebih memilih duduk dan mengurusi diriku sendiri tanpa memperdulihan yang ada di sekitarku.

Ku duduk di teras masjit. Kulihat sepeda motorku dah berdiri dan kulihat keponakan tu kakek membenarkan sepeda motorku. Kulepas sepatuku dan kaos kakiku kulihat luka memar di kakiku. Kulihat darah mengental di kakiku. Ku gulung celanaku dan kulihat lututku juga memar. Ku urut kaki kananku itu secara pelan untuk mengurangi rasa sakit di kaki.

Lalu keponakan kakek itu datang mengenalkan diri dan menengahi kita. Dia tidak menyalahkanku tapi menyalahkan pamannya (si kakek) itu yang jelas-jelas salah. Dia juga mewakili kakeknya dan minta maaf. Tapi si nenek yang di bonceng tu kakek tetap ga bisa diam tetap aja nangis dan masih gemetaran. Tapi aku tak menghiraukan karna aku disini yang sebenarnya yang jadi korban.
Setelah beberapa saat aku duduk aku teringat tujuanku akan ke masjit ini yaitu untuk solat maka ku teruskan niatku untuk solat. Kuambil air wudu, kubasuh wajah, tangan dan kaki dan rasa sakit tak karuan terasa dan melandaku. Lalu aku solat, ketika sujut dan duduk masaallah… sakitnya kaki ini.

Setelah solat aku memutuskan segera pergi dari TKP tanpa mengurusi yang lain. Tapi yang terjadi, sepeda motorku ga bisa di setater. SIALLL…. Aku duduk kembali dan ku bilang kalau sepedaku ga bisa di nyalakan. Tapi untungnya keponakan tu kakek dengan baik hati mau membetulkan sepeda motorku.

Sambil menunggu sepeda motorku di perbaiki da seorang yang ada di masjit menawari bantuan untuk mengobati kakiku. Kupikir dengan alkohol atau revanol atau dengandengan betadin ataupun obat merah tapi ternyata dengan balsem. Jelas-jelas aku menolah mentah-mentah, bukan segera sembuh malah tambah infeksi nantinya. Tapi akupakai balsam itu di sekitar luka yang tidak ada luka perdarahan.

Setelah sepeda motorku bisa di nyalakan aku mengucapkan terimakasih pada orang-orang yang menolongku. Lalu aku segera pergi dari TKP agar rasa benci, dendam dan amarah ku segera pergi. Tanpa memikirkan ganti rugi dan sebagainya aku segera pergi. Kubiarkan orang-orang itu di sana, ku pergi begitu saja. Kubilang aku sedang sibuk memburu waktu untuk kuliah padahal itu hari minggu.

Dalam hatiku aku benar-benar benci dan dendam. Sampai sekarang aku masih merasakan rasa benci dan dendam itu. Tapi aku terus berusaha menghilangkan rasa itu. Aku berusaha menghilangka ingatan akan kejadiian itu, tapi ketika ku merasakan sakit dari kecelakaan itu dan kulihat luka di kakiku rasa dendam dan benci itu makin terasa.

Maafkan dendam dan amarah ini Tuhan….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut