Limbah
ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan
lain-lain.
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine,
sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, dan
sebagainya. Apabila usaha peternakan semakin berkembang maka limbah yang
dihasilkan juga akan semakin banyak.
Limbah
ternak terbanyak biasanya dihasilkan dari ternak ruminansia seperti sapi,
kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak
perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi
menghasilkan 25 kg feses.
Selain
menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia
menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Pada peternakan di
Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang dihasilkan tidak kurang dari
1.7 milyar ton per tahun. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau
laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan
rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi
produksi metan.
Limbah
ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong
kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai
pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat
badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari
9.084 x 107 m3 air. Selain melalui
air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu
sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86
% merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva
lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal
untuk bertelur lalat.
Kehadiran
limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan
menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling
hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari
6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir
untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3).
Salah
satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah
meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek
polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi
penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi,
penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang
terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.
Tinja dan urine dari
hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja
penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora
anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang
mengandung spora. Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius.
Penanganan Limbah
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada
jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang
tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan
limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau
menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini
akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos
yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai
kira-kira terlihat kering. Penanganan limbah cair dapat diolah secara
fisik, kimia dan biologi. Berikut merupakan penjelasannya :
1.
Pengolahan fisik
Pengolahan
secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses
ini merupakan proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya
operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan
partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam
pengolahan secara fisik antara lain seperti floatasi, sedimentasi,
dan filtrasi.
2.
Pengolahan kimia
Pengolahan
secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang
bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik.
Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang
terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini
meliputi proses-proses seperti netralisasi,
flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
3.
Pengolahan biologi
Pengolahan secara
biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang
terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik
saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan
atau didahului denghan pengolahan secara fisik.
Pemanfaatan Limbah sebagai Pupuk Kandang
1.
Pengertian
Di
negara China tidak jarang dapat dilihat pembuangan limbah peternakan disatukan
penampungannya dengan limbah manusia, untuk kemudian dijadikan pupuk organik
tanaman hortikultura. Selain itu ada juga yang mencampurnya dengan lumpur
selokan, untuk kemudian digunakan sebagai pupuk. Sebanyak 8-10 kg tinja yang
dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan pupuk organik atau
kompos 4-5 kg per hari. Farida (2000) mengungkapkan bahwa produksi
kokon tertinggi diperoleh dari pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang dicampur
dengan 50% limbah organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk dijadikan pupuk
organik. Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003).
2.
Metode
Pengolahan
Proses
pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses
pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o -
70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik
yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot
awal bahan.
Proses
pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik
(tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik.
Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut
proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses
pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang
terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri;
Aktinomicetes; Kapang
|
109 -
109; 105 108; 104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104 -
105
|
Makroflora
|
Jamur tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing tanah, rayap,
semut, kutu, dll
|
Proses pengomposan
tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang
dikomposkan
2. Aktivator pengomposan
yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang
dilakukan
3.
Kandungan
Kandungan unsur-unsur hara kompos bila dibandingkan
dengan pupuk organik yang lainnya
No
|
Jenis-jenis
pupuk
|
Unsur -Unsur hara dalam 10 ton
|
||
N
|
P2O5
|
K2O
|
||
Kg
|
||||
1
|
Pupuk kandang
|
24
|
30
|
27
|
2
|
Kompos
|
22
|
4
|
43
|
3
|
Jerami
|
40
|
30
|
50
|
Kandungan nutrisi dari pupuk kompos
No
|
Jenis Nutrisi
|
Kandungan
|
1
|
Karbon (C)
|
19-40
|
2
|
Nitrogen (N)
|
2,0-2,5
|
3
|
Fosfor (P)
|
0,01-0,14
|
4
|
Kalium (K)
|
0,39-1,35
|
5
|
Magnesium (Mg)
|
0,04-0,21
|
6
|
Kalsium (Ca)
|
0,13-1,32
|
7
|
Air
|
10-15
|
8
|
C/N
|
9,0-20,0
|
4.
Tahapan Pembuatan
v Tahap
persiapan :
·
Persiapkan tempat yang terhindar dari
matahari langsung
·
Buat larutan Bacillus
dengan perbandingan 2 liter air ditambah 5 sendok makan Bacillus
v Tahap
pembuatan :
a. Aduk
kotoran sapi supaya tidak menggumpal atau jika ada sisa-sisa pakan agar tercampur
b. Tiriskan
atau semprot larutan Bacillus sambil diaduk sedikit demi sedikit sampai
betul-betul rata
c. Pemberian
larutan Bacillus dihentikan bila adonan diatas sudah cukup baik/merata, dengan ciri tidak adanya lelehan
air jika adonan dikepal dengan tangan
d. Tutup
rapat dengan alat penutup, agar tidak kena sinar matahari langsung
e. Setelah
3 hari adonan dibongkar dan diaduk-aduk
sambil ditambahkan lagi larutan Bacillus sampai mencukupi (sama seperti di
atas). Hal yang sama dilakukan sampai umur 2 minggu
f. Setelah
tenggang waktu 2 minggu ditutup kembali dan ditunggu sampai umur 3 minggu
g. Umur
3 minggu siap dibongkar kembali sambil diaduk-aduk dengan maksud diangin-anginkan sambil diberi kapur secara
merata untuk selanjutnya pupuk siap digunakan.
5.
Bahan dan Alat yang Digunakan
v Bahan
:
Ø Kotoran
sapi yang sudah kering dengan kadar
air 15 – 85 %
Ø Sampah
organik berupa sisa - sisa pakan
sapi 10 %
Ø Air
Ø Larutan
Bacillus
Ø Dolomit
/ kapur gamping
Ø Gula
pasir
v Alat
– alat yang digunakan :
Ø Sekop
untuk mencampur atau membalikkan kotoran sapi
Ø Ember
untuk membuat larutan Bacillus
Ø Penutup
(plastik, karung goni, alang-alang,
dan sejenisnya)
6.
Kelebihan serta kekurangan dari
Kompos
Pupuk organik berupa kompos apabila dibandingkan dengan pupuk anorganik atau buatan,
memiliki kelebihan, antara lain:
- memperbaiki tekstur tanah
- meningkatkan pH tanah
- menambah unsur-unsur makro maupun mikro
- meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam
tanah
- relatif tidak menimbulkan polusi
lingkungan.
Sedangkan kelemahan dari pupuk kompos sendiri
yaitu;
-
Jumlah pupuk
yang diberikan lebih tinggi daripada pupuk anorganik
-
Respon
tanaman lebih lambat
-
Menjadi
sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
Kesimpulan
Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Kompos memiliki unsur kimia diantaranya karbon, nitrogen, fosfor,
kalium, magnesium, karbon dan air yang masing-masing memiliki proporsi berbeda.
Kompos merupakan salah satu pengolahan limbah kotoran hewan secara biologik
yaitu fermentasi dengan adanya bantuan bakteri Bacillus. Kelebihan dari kompos
diantaranya meningkatkan pH tanah, meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam
tanah dan tidak menimbulkan polusi lingkungan. Sedangkan kerugian dari kompos
diantaranya respon tanaman lebih
lambat dan
menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
Saran
Kompos merupakan salah satu cara untuk meminimalisir semakin banyaknya
pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan seperti dari kotoran sapi.
Melihat banyaknya manfaat yang diberikan dari pembuatan kompos, maka hendaknya
pemerintah lebih peka dan menggalakkan program ini secara maksimal dan dalam
skala besar. Diharapkan dengan pembuatan komposini maka akan mengurangi biaya
produksi dalam proses budidaya tanaman maupun bidang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2010.http://www.denpasarkota.go.id/instansi/file/?Pembuatan%20Pupuk%20Organik%20Padat.htm Diunduh tanggal 25 Februari 2012 pukul 16.40
WIB.
Anonim. 2012. http://onlinebuku.com/2008/12/20/pemanfaatan-limbah-kotoran-ternak/.
Diakses tanggal 28 Februari 2012 pukul 15.34 WIB
Muslihat,
Lili. 2012. Tehnik Pembuatan Kompos Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah
Di Lahan Gambut. Wetlands International-Indonesia Programe:Bogor.
Nurtjahya, Eddy. Dkk. 2003. Pemanfaatan
limbah ternak ruminansia untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Makalah
Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Razani, Didin. Ubah Kotoran Sapi Menjadi Meja
dan Kursi.http://didinrazani.blogspot.com/2007/03/ubah-kotoran-sapi-menjadi-meja-dan.html. Diakses tanggal 23 Februari 2012 pukul 22.12 WIB
Yusuf, Tohari,
2009. http://tohariyusuf.wordpress.com/2009/04/25/kandungan-hara-pupuk-kandang/
Diunduh tanggal 25 Februari 2012 pukul 16.45 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar