PENDAHULUAN
Industri peternakan di Indonesia
semakin berkembang. Perkembangan industri peternakan ini menuntut adanya pakan
yang berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu kendala utama dalam peningkatan
produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas
pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau.
Proses penyimpanan terjadi saat
bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk ransum yang siap dipasarkan dan akan
diberikan pada ternak. Proses penyimpanan diperlukan karena perkembangan usaha
peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang memadai dan selalu
siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Lama
penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari ransum yang disimpan. Kualitas
ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Penyimpanan
pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang keliru akan menyebabkan
tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan
kualitas ransum. Kerusakan selama penyimpanan meliputi kerusakan fisik,
biologi, dan kimia.
Kerusakan
bahan pakan dalam penyimpanan ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara
kondisi bahan pakan, kondisi lingkungan dan organisme (mikroorganisme, serangga
dan rodenta) perusak kualitas bahan pakan. Kerugian yang ditimbulkan selama
penyimpanan akibat interaksi tadi berupa kehilangan berat, penurunan kualitas,
meningkatnya resiko terhadap kesehatan dan kerugian ekonomis. Serangga dan kutu
(arthropoda) mempunyai kontribusi yang besar terhadap kerusakan bahan pakan
baik kerusakan fisik maupun kehilangan kandungan zat makanan akibat
aktivitasnya. Berbagai kerusakan bahan pakan yang terjadi selama penyimpanan
secara umum disebabkan oleh jamur, serangga dan tikus. Serangga dan kutu juga
berperan terhadap pertumbuhan jamur dan kapang dalam bahan pakan.
I.
Serangan
Serangga Selama Penyimpanan
Serangga
dan kutu (arthropoda) mempunyai kontribusi yang besar terhadap kerusakan bahan
pakan baik kerusakan fisik maupun kehilangan kandungan zat makanan akibat
aktivitasnya. Berbagai kerusakan bahan pakan yang terjadi selama penyimpanan
secara umum disebabkan oleh jamur, serangga dan tikus. Serangga dan kutu juga
berperan terhadap pertumbuhan jamur dan kapang dalam bahan pakan. Bahan pakan
secara umum tidak akan diserang oleh serangga pada suhu di bawah 17oC,
sedang serangan kutu dapat terjadi pada suhu 3 - 30oC dan kadar air
di atas 12 persen.
Aktivitas
metabolik serangga dan kutu menyebabkan peningkatan kadar air dan suhu bahan pakan
yang dirusak. Arthropoda juga dapat bertindak sebagai pembawa spora jamur dan
kotorannya digunakan sebagai sumber makanan oleh jamur. Faktor fisik lingkungan
(suhu, kelembaban relatif dan kadar air bahan pakan) mempengaruhi kehidupan serangga.
Perkembangbiakan, aktivitas dan pertumbuhan serangga dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Suhu yang rendah akan menekan perkembangbiakan dan aktivitas serangga
sehingga pertumbuhannya menurun. Tabel 1. Kadar air dan kerusakan bahan pakan
KADAR AIR (%)
|
KERUSAKAN
|
<8
|
Tidak ada aktivitas, kecuali tikus
|
8 -14
|
Gangguan serangga, tikus
|
14 – 20
|
Serangga, jamur, tikus
|
20 – 25
|
Serangga, jamur, bakteri, tikus
|
>25
|
Bakteri, tikus dan biji akan tumbuh
|
Kerusakan
bahan pakan akibat serangan serangga merupakan kasus yang paling sering
terjadi. Serangga mengambil dan memakan zat makanan dari biji-bijian atau bahan
baku lain yang menyebabkan rusaknya lapisan pelindung bahan. Selain menyebabkan
kerusakan secara fisik, karena sifatnya yang suka bermigrasi, serangga dapat
memindahkan spora jamur perusak bahan pakan dan membuka jalan bagi kontaminasi
jamur atau kapang yang menghasilkan mikotoksin. Serangga perusak bahan pakan
antara lain ngengat, penggerek dan kumbang.
Beberapa
faktor fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain :
suhu, kelembaban relatif, dan kadar air dari komoditas pangan yang disimpan.
Suhu mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan serangga. Suhu
rendah menyebabkan pertumbuhan serangga sangat lambat dan mortalitas relatif
tinggi. Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum, dimana tingkat pertumbuhan
akan mencapai titik optimum (Syarief dan Halid,
1993).
II. Kerusakan Akibat Serangan Serangga
Berupa
kerusakan fisik dan kimiawi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat kontaminasi
bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran. Serangga
memakan dan merusak struktur fisik bahan pakan, seperti berlubang, hancur dan
memicu pertumbuhan mikroorganisme lain. Aktivitas makan yang dilakukan oleh
serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan secara kimiawi
menyebabkan penurunan kualitas bahan. Bahan pakan yang disimpan dapat mengalami
beberapa perubahan kimiawi yang dapat merubah rasa dan nilai nutrisi. Serangga
hama mampu mempercepat perubahan kimiawi berbahaya. Sekresi enzim lipase oleh
serangga mampu meningkatkan proses kerusakan secara kimiawi. Serangan serangga
dapat meningkatkan panas bahan pakan. Saat populasi serangga telah mencapai
kepadatan tertentu, aktivitas metaboliknya mengeluarkan lebih banyak panas dari
yang dapat dihilangkan. Kerapatan populasi yang sangat tinggi dapat
meningkatkan suhu hingga mencapai 45oC dan bila diikuti dengan
kehadiran mikroorganisme, seperti jamur, suhu dapat mendekati 75oC.
Sitophilus
oryzae atau serangga penggerak
merupakan hama utama pada beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras
yaitu ditandai dengan butir beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung
karena gerakan serangga. Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat
(susut berat) mencapai 23% setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae
mempunyai ciri yaitu sewaktu masih muda
berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa berwarna hitam.
Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada sayap bagian
depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara hidup serangga
ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu sisi butiran
beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang, kemudian telur ditempatkan
dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur sebanyak 300-400 butir, setelah
beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat. Lingkungan hidup yang ideal pada
suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi
seperti ini, siklus hidupnya berlangsung 31–37 hari (Imdad dan Nawangsih,
1999).
III. Pengendalian Serangga Hama Gudang
Upaya
untuk mengurangi resiko kerusakan akibat serangan serangga dapat dilakukan
dengan memperbaiki manajemen penyimpanan. Sistem penyimpanan sifatnya buatan
sehingga dapat diatur sesuai kebutuhan. Pengendalian serangan serangga melalui
system penyimpanan dapat dilakukan dengan membaiki struktur bangunan tempat
penyimpanan, penerapan sistem First In First Out dan mengendalikan kondisi
bahan pakan yang disimpan. Kadar air bahan pakan mempunyai korelasi yang erat
dengan kelembaban relatif. Kandungan air bahan pakan yang disimpan diupayakan
serendah mungkin. Proses penurunan kadar air dapat dilakukan dengan penjemuran
ataupun dengan meniupkan udara panas terhadap bahan pakan.
1. Dengan
menggunakan Fumigan (Fumigasi)
Batas
kadar air yang dinilai aman untuk penyimpanan adalah 13-14% dan kelembaban
kurang dari 70%. Pengendalian serangga dapat dilakukan dengan zat kimia.
Penggunaan zat kimia harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mencemari
bahan pakan. Fumigan dan insektisida merupakan zat kimia yang dapat digunakan
dalam pengendalian hama gudang yang telah menyerang bahan pakan. Fumigan
merupakan senyawa kimia yang pada suhu dan tekanan tertentu terdapat dalam
bentuk gas. Fumigan membunuh serangga dan hama lain melalui sistem pernafasan.
Tindakan membunuh serangga hama gudang dengan fumigan disebut fumigasi.
Fumigasi bersifat kuratif, membunuh hama yang ada dalam gudang, tidak dapat
mencegah hama yang akan masuk kemudian. Dosis penggunaan fumigan tergantung
pada suhu komoditas yang akan difumigasi, waktu minimal yang dibutuhkan agar
fumigan efektif bekerja, jumlah gas fumigan yang hilang akibat kebocoran,
keseragaman distribusi gas, kedalaman penetrasi gas, jenis serangga hama dan
fase kehidupan. Penyemprotan insektisida merupakan tindakan yang biasa
dilakukan pada kemasan yang telah difumigasi dan akan meninggalkan residu yang
dapat membunuh serangga yang menyerang bahan pakan kembali.
2. Pengemasan
Kemasan
adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi
sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada
tempat penyimpanan, serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi
(Imdad dan Nawangsih, 1999). Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk
melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi
dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemasan,
termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan
panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas, 1989).
Potensi
terbesar bagi mikroba untuk tumbuh terutama kapang pada permukaan kemasan
adalah bila permukaan-permukaan kemasan mempunyai kelembaban yang sangat tinggi
(Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemas
mempunyai kemampuan dalam menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada
tidaknya lubang-lubang yang sangat kecil pada permukaannya. Pengemasan bahan
pakan dapat menggunakan beberapa bahan yaitu:
a. Karung Goni
Karung
merupakan alat pembungkus yang banyak digunakan untuk menyimpan hasil-hasil
pertanian, yang akan disimpan dalam jangka waktu lama maupun sementara, akan
tetapi tidak semua komoditi pertanian memerlukan karung baru untuk
pengemasannya, ada yang menggunakan karung bekas dan ada pula yang menggunakan
karung sintesis. Apabila dibandingkan dengan karung serat sintesis, karung goni
mempunyai kualitas yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung
goni tidak sepenuhnya dimiliki oleh karung serat sintesis (Soekartawi, 1989).
b. Karung Plastik
Karung
plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni, meskipun masih
banyak kekurangan yaitu daya tahannya kurang, sehingga karung lebih mudah pecah
serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik
diganco maka akan bocor, karena tidak dapat tertutup kembali seperti halnya
karung goni (Winarno dan Laksmi, 1974).
c. Plastik
Plastik
merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industry pengemasan. Plastik
dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari
cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan
kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori
plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988).
d. Kemasan Kertas
Kertas
adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu). Kertas
biasa digunakan untuk mengemas bahan atau produk pangan kering atau untuk
kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan yang dikemas) dalam
bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar,
tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak dapat dipanaskan, akan tetapi
sampah kertas dapat didegradasi secara alami (Junaedi, 2003).
Jenis
kemasan kertas dan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga
sampai penyimpanan 8 minggu, sedangkan kemasan karung plastik sampai
penyimpanan 4 minggu, dan kemasan karung goni sampai penyimpanan 2 minggu.
Jenis kemasan karung goni, kemasan karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan
plastik dapat mempertahankan sifat fisik ransum sampai penyimpanan 8 minggu.( Wigati, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Wigati, Dimar . 2009. Pengaruh jenis kemasan
dan lama penyimpanan Terhadap serangan serangga dan sifat fisik Ransum broiler
starter berbentuk crumble. Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Harris, R. S. dan E. Karnas. 1989. Evaluasi Nilai Gizi pada Pengolahan
Bahan Pangan. ITB Press, Bandung.
Imdad, H. P. dan Nawangsih A. A. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Junaedi. 2003. Mempelajari pemanfaatan berbagai jenis kemasan kertas
untuk penyimpanan sayuran segar: studi kasus pengaruh berbagai jenis kertas terhadap
umur simpan selada daun (Lactuca sativa L) dalam penyimpanan
segar. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit
Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. L. B. Jenie. 1984. Kerusakan Bahan Pangan.
Gramedia Utama,Jakarta. Winarno, F. G. dan B. S. Laksmi. 1974. Dasar Pengawetan
Sanitasi dan Keracunan.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar