Pada saat aku tidur aku bermimpi, tapi mimpi itu
seolah-olahnyata senyata-nyatanya hidup. Dalam mimpi itu aku juga bisa
merasakan sakit saat di cubit maupun di tampar. Aku juga tak bisa bernafas saat
ku tutup hidungku. Tapi anehnya aku sadar kalau itu bukan dan seberapapun aku
berusaha bangun tapi seolah-olah ada yang menghalangiku untuk kedunia nyata
yang ku inginkan.
Mungkin hampir satu jam lebih aku berusaha sadar dari
mimpiku tersebut. Dengan baju entah dari mana ku pakai ini yang sangat ketat sehingga
menunjukkan lekuk tubuhku aku meloncat, berlari dan berguling-guling untuk
menyadarkanku dari mimpi. Tapi hasilnya nihil, aku masih berada di dunia mimpi.
Baju biru itu seperti benar-benar menyatu dengan kulitku sehingga saat bererak
baju itu ya tetap seperti semula, tetap seperti kulit yang sangat nyaman. Sehingga
keringat yang seharusnya mengucur sama sekali tak ada.
Di dunia mimpi itu aku berada di ruangan yang sangat luas
bahkan aku tak bisa melihat ujungnya karena terlalu luasnya. Ruanganya gelap
tapi aku masih bisa melihat. Sedikit ada kabut putih di sana sini. Lantai tegelnya
berwarna hitam dengan atap yang juga hitam. Tegelnya halus dan dingin seperti
marmer. Mungkin kalau dipikir-pikir seperti berdiri di ruang angkasa yang tak
ada bintang-bintang dan yang ada malah kabut putih.
Setelah capek aku berhenti dan tidur-tiduran di lantai yang
dingin tersebut dan masih berpikir apa yang terjadi. Seperti mimpi biasa, kita
tak tahu dari mana ujung awal muasal kita awal kita berada disini dan kapan
kita kesiani dan tahu-tahu kita berada di sini. Mmpi tetap lah mimpi dan saat
itu aku benar-benar sadar kalau ini hanya mimpi yang hidup. Pokoknya susah di
jelaskan bentuk mimpi itu.
Dari arah kananku terdengar suara langkah seorang yang
menggunakan sepatu fantofel. Aku tak tahu itu dari arah timur atau utara,
selatan atau barat karena disana semua sudut terasa sama. Sura langkah sepatu
itu makin mendekat tetapi akau masih belum bisa melihat siapa orang yang ada
disana. Sambil menunggu langkah itu mendekat aku memejamkan mata. Aku berharap
orang tersebut bisa menjelaskan semuanya.
Dalam mimpi itu aku dapat tertidur sangat nyenyak dan bangun
saat aku melihat seorang kakek berjenggot putih dan berbaju putih di sampingku.
Dia berdiri disampingku lalu mengucapkan salam, kubalas salamnya dan aku berdiri
berhadapan denganya. Lalu seperti bisa seperti bertemu kawan lama kujabat
tanganya. Tetapi saat ingin kulepas jabatan tangan tersebut sang kakak malam
menjabat tangnku makin keras.
Di saat itu sang kakek berbicara padaku, “kutitipkan sebuah
mata ketiga yang bisa melihat menembut baju, tembok bahkan bisa melihat sampai
3 km, gunakan baik-baik”.
Saat aku berusaha mencerna perkataan kakek tersebut aku
terseret sebuat angin yang kencang yang mendorongku ke belakang. Tanpa sempat bertanya ini itu
pada sang kakek aku terbang melayang tak karuan mengikuti angin. Kulihat disana
sini semuanya hitam dan gelap dan hanya sedikit kabut putih. Dari kejahuan aku melihat sebuah lubang
berwarana putih berbentuk seperti pusaran air yang bergerak. Sepertinya angin
tersebut bersal dari pusaran tersebut. Lalau tubuhku masuk kedalam lubang putih
yang seolah-olah menyeretku itu.
Setalah masuk kedalam lubang tersebut mataku terpejam dan
saat ku buka mata aku sudah berada di dalam kamar kostku yang luasnya 3x2m. aku
sadar tadi hanya mimpi dan aku sekarang sudah terbangun dari mimpi. Ku coba
merenungi perkataan kakae yang ada di mimpiku itu tapi saat bangun aku sama
sekali tak bisa mengingtanya.
Seperti biasanya pagi itu setelah sholat subuh aku tidur
lagi dan baru bangun sekitar jam tujuh saat akan berangkat kuliah. Sehabis
keluar kamar kuambil handuk yang tergantungan dan aku melangkah ke kamar mandi.
Kulihat kamar madi sepertinya sedang di pakai. Dalam hati aku bertanya sapa
orang yang sedang madi tersebut.
Kutatap beberapa detik pintu kamar mandi lalu tiba-tiba
sereetttt….. seolah-olah kamat mandi itu kehilangan tembok dan pintunya
sehingga aku bisa melihat si Toni sedang mandi. Toni yang berbadan gemuk itu sedang
memaki sabun mandi dan menggosok perutnya yang seperti agar-agar. Lalu kulihat
di bawah perutnya, masaalloh…… kulihat bulu-bulu disekitar pahnya dan mr.p nya.
Sehabis itu kupejamkan mata sedentara lalu sreetttt….. kamar mandi itu kembali
memiliki pintu dan dinding lagi sehingga aku tak melihat tubuh Toni yang bugil
lagi.
Dari situ aku sadar aku memiliki sebuah kemampuan melihat
benda-benda yang berada di suatau benda lain yang seharusnya tak terlihat oleh
mata menjadi bisa terlihat oleh mata. Saat itu aku benar-benar bersukur akan
kemempuan baruku ini. Aku berjanji akan menggunakan sebaik-baiknya.
Tiba di kampus aku bertemu dengan teman-temanku, kusapa
mereka tetapi aku tak memberitahu apa yang telah terjadi padaku pada
teman-temanku. Tak satupun yang tahu selain aku, itu janjiku. Pada saat
perkulihanan pak Tora yang yang membosankan aku mencoba kemampuanku sejah apa. Ruang
perkulihan yang berderet-deret seperti kereta tersebut bisa kulitat
satu-persatu kegitanyanya tanpa aku harus melangkah. Mulai ruangan samping
ruanganku yang sedang di ajar bu Warna, ujian di ruang berikutnya, lalu ruang
yang dipakai jurusan lain hingga sampai ujung ruangan yang berupa kantin dapat
kulihat. Padalah berpuluh-puluh tembok penghalanya tetapi aku masih bisa
melihatnya.
Setelah perkulihan selesai aku menuju perpustakaan untuk
mengembalikan buku. Dari rak-rak buku yang ada di perpustakaaan tersebut aku
bisa melihat kegitan-kegiatan di balik masing-masing rak buku. Mulai mahasiswa
yang membaca, mengobrol hingga di rak paling ujung yang berisi buku ber bahasa
asing yang jarang di kunjungi mahasiswa kulihat si Ani dan si Jono yang sedang
berciuman dengan meranya. Setelah selesai mengembalikan buku aku menuju tempat
mereka berdua. Adegan ciuman tersebut masih berlangsung.
Sambil melangkah pelan aku mendekati mereka. Dan “DARRR….!!!”
Ku kagetkan mereka berdua dengan teriakanku. Si jono yang kelihatan alim itu
tertunduk maliu melihat kelakuannya kepergok olehku. Setelah itu mereka ngajir
keluar tanpa permisi padaku. Tak kusangka si Jono yang super duper alim
tersebut mau melakukan hal seperti itu di tempat umum.
Setelah puas mengerjai mereka berdua aku pulang ke kost. Jam
satu siang memang sangat panas dan enakan di kost menyalakan kipas angin, copot
baju dan tidur. Saat sampai di kost kulihat karar-kamar kost tertutup entah penghuninya
pergi atau sedang mengurung diri di kamar. Dengan kemapuanku kulihat masing
masing kamar. Kulihat hampir semua kamar kosong tanpa penduduk dengan
meninggalkan berbagai buku, baju, tas dan gitar berserakan di dalam kamar.
Hanya satu kamar yang berhuni yaitu milik si Ari. Kulihat Ari
sedang melihat sebuah film dari leptopnya sambil tiduran. Tetapi aku sama
sekali tak bisa melihat film yang di tontonya karena berada membelakangi
pandanganku. Lalu aku masuk kamar dan siap-siap tidur siang. Kulirik lagi
melewati tembok-tembok ke kamr Ari, kali ini layar leptop Ari menghadap ke
arahku dan ari yang menghadap membelakangiku. Dari situ kulihat Ari melihat
film biru. Masaalloh…. Apa yang dilakukan temnku satu ini? Ternyata dia
mempunyai film seperti itu di leptonya.
Terpikir lagi untuk mengerjai temanku tersebut, ku berjalan
ke kamarnya dari kemampuanku kulihat pintu kamarnya tak terkunci hanya tertutup
saja. Kuambil kesempatan yang akan membuatnya malu seumur hidup, dengan sabar
kutunggu kesempatan tersebut. Pada saat Ari menurunkan tangannya dan mulai
bermin dengan denga senjatanya yang telah menegang dan di keluarkan sedikit
diluar celana. Kubuka kamarnya. Selebar-lebarnya malahan.
Ekpresinya sangtalah kaget, wajahnya pucat, bingung, malu
dan entah apa yang dipikirkannya. Senjatanya segera di masukkan sarang,
leptopnya di tutup tanpa di matikan lebih dulu. Lalu aku mendekat kepadanya
yang sedang tidur dengan ekpresi pucat tanpa mengatakan apa-apa.
Aku : ada apa Ar? Koq kelihatnya kaget. Tanyaku seolah-olah
tak tahu yang terjadi.
Ari : ga, ga, ga apa-apa koq. Cuma kaget. Sambil berusaha duduk
dari tidur-tiduranya.
Ku dekati dia tanpa ba bi bu be bo tangan kananku berlari
menujunselangkangnya dan kuremas senjatanya. “Hahhaaaa….” Aku tertawa
melihatnya kaget. Dan kubilang lanjutkan ga usah malu. Entah setan apa
yang masuk ragaku tapi aku ikut ari
melihat film tersebut. Hingga aku kepengen kencing dan kencing duluan dari pada
Ari.
Beberapa hari setalah itu yang kulakauan hanya sebatas itu
saja tak lebih. Lalau muncul sebuah kebosanan yang sangat mendalam. Aku hanus
akan kemampuanku, aku ingin bisa melihat lebih dan lebih. Hinga di suatu siang
saat pelajaran pak Ihasn.
Saat itu aku duduk di bangku agak belakang. Depanku duduk
seorang cewek bernama Nelsa entah sengaja atu tidak karena mamakai baju yang
minim sebagian punggung bawah yang bersinggungan dengan celanya sedikit
terbuka. Sehingga dapat terlihat celana dalamnya yang berwarana merah. Sontak saja
kami kaum adam yang di belakangnya langsung berpikir yang melayang-layang
kemana-mana (normal).
Entah karena apa waktu itu aku langsung melihat menembus
bajunya. Kulihat selurauh tubuhnya tanpa sehelai benang dan itu semua membuatku
sangat terangsang hingga aku tak bisa menahanya. Gara-gara itu aku sama sekali
tak bisa konsen pada perkulihan dan malah aku merasa gerah di kelas. Dengan berpikir
panjang ahirnya kuputuskan untuk pergi kebelakang.
Di kamar mandi kulakukan sewajarnya laki-laki sambil
berdiri. Kulihat menembus tembok si Salim yang tadi duduk di sampingku juga ikut menyusul
kekamar mandi. Tetapi dia beneran kencing tak seperti ku. Saat dia memanggilku
kujawab saja aku sedang boker. Entak kenapa lama sekali keluarnya, mungkin
karena bukan tempat yang begitu nyaman sehingga sangat lama keluarnya.
Setelah selesai aku kembali ke ruang kuliah dan saat di tanya
sama teman dan dosen kubilang sakit perut. Setelah itu aku mulai bisa
konsentrasi dan berusaha mengndalikan penglihatan menemus tembokku itu. Aku berusaha
untuk menahannya agar tak melewati batas wajar seperti tadi.
Tetapi hari esoknya malah lebih parah lagi. Aku melihat
beberapa teman berlainan jenis dengan kemampuanku sehingga mebuatku tak tahan
untuk menyalurkannya. Ahirnya aku seperti orang yang ketagihan. Aku melihat
semua orang seperti suku pedalaman yang tak pernah memaki baju. Entah itu cewek
ataupun cowok yang jelas semua terlihat telanjang bebas di mataku.
Entah di kamar, kampus bahkan di tempat-tempat umum aku
menyalurkan hasrat yang benar-benar menggebu. Kuliahku mapir terceceran
gara-gara hal itu semua, pikirkanku melayang-layang kesan kemari tetapi tak
berani menyalurkan secara nyata karena takut akan dosa yang lebih besar. Teman-temanku pun mulai heran akan keanehan ku
yang sering izin ke kamar mandi. Semua menasehati ku ini itu agar aku tak diare
lagi, padahal aku tak sakit perut.
Ahirnya aku sangat frustasi akan kemampuanku ini. Rasanya aku
sudah tak tahan untuk melepaskan kemampuanku ini. Aku ingin bebas dan lepas
dari hasrat yang kumiliki. Tapi aku tak tahu caranya.
Jam terus berputar. Hari masih terus berganti. Bulan-menjadi
bulan. Tahun telah beberapa kali
berganti. Aku lulus pada semester 10, tiga semester mundur dari jatwal. Itu semua
karena kemampuanku. Sekarang aku sudah bekerja di sebuah perusahaan besar,
jabatanku sudahtak tanggung-tanggung lagi dengan gaji yang melebihi dari
mimpiku dulu.
Orang tuakau hampir setiap hari bertnya kapan kawan, kapan
nikah, sekarang sedang dekat dengan sapa bahkan sampai aku di bilang orang
Homo. Sebenarnya aku masih normal tetapi ketika melihat tubuh wanita aku sudah
tak terangsang sama sekali. Melihat tubuh telanjang wanita itu seolah-olah itu
hal yang biasa saja. Seperti melihat sapi atau kuda yang bugil saja. Tak terangsang
sa sekai.
Dugaanku ini karena aku sudah terlalu lama menikmati setiap
lekuk tubuh wanita kapanpun dan dimanapun walaupun tak menyentuh tubuhnya sama
sekali. Ini akibat kemampuanku yang sangat tidak aku inginkan. Seharusnya aku
dengan kemampuanku itu bisa menjadi pahlawan tetapi malah aku yang terjebak dam
kenistaan.
Aku adalah pahlawan yang kesiangan. Yang tak bisa menolong
tetapi perlu pertolongan. Orang yang di beri ilham berupa kemampuan lebih
tetapi malah minta bantuan kepada manusia normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar