A. Pendahuluan
Program intensifikasi diperlukan untuk mencapai ketercukupan pangan global. Di bidang peternakan bibit yang unggul sangat diperlukan untuk menunjang suksesnya pemeliharaan ternak secara intensif; adalah tugas para pemulia untuk menghasilkan bibit yang memiliki sifat-sifat spesifik yang unggul sehingga dapat berproduksi secara optimal sesuai dengan tujuan pemeliharaannya.
B. Program pemuliaan
Untuk memenuhi permintaan akan bibit unggul program pemuliaan dirancang secara spesifik sesuai dengan komoditas. Spesifikasi program pemuliaan dilakukan atas alasan efektifitas mengingat setiap komoditas membutuhkan sifat unggul yang berbeda. Perencanaan program pemuliaan didasarkan atas beberapa pertimbangan. Yang pertama adalah kriteria hewan terbaik. Kriteria hewan terbaik tentunya sangat tergantung pada tujuan pemeliharaan hewan tersebut. Seekor sapi yang memiliki sifat-sifat unggul sebagai penghasil daging belum tentu dapat menghasilkan susu dengan jumlah yang mencukupi.
Istilah ‘hewan terbaik’ sangatlah relative, sekali lagi sesuai dengan kondisi dan tujuan pemeliharaannya. Ketika berbicara tentang karakterisasi hewan, maka kita akan berbicara tentang sifat (trait). Sebuah sifat dalam ilmu pemuliaan didefinisikan sebagai semua karakteristik hewan ternak yang dapat diamati atau diukur.
Sifat yang teramati sering juga disebut sebagai sifat kualitatif sepeti warna bulu, konformasi dll; sedangkan sifat terukur adalah sifat-sifat kuantitatif yang biasanya merupakan sifat produksi, antara lain produksi susu, telur, berat badan dsb. Sifat-sifat ini secara umum disebut sebagai performan atau fenotip (phenotype) dalam istilah pemuliaan.
Fenotip (kenampakan dari suatu sifat; dilambangkan dengan huruf P dari kata “phenotype”) merupakan manifestasi dari faktor genetis, lingkungan dan interaksi antara keduanya, sehingga:
P = G + E + (GxE) …………………………………. rumus 1.1
G merupakan faktor genetik; sedangkan E adalah faktor lingkungan (dari kata “Environment”) yang merupakan segala sesuatu di luar faktr genetik yang mempengaruhi suatu sifat. Factor lingkungan ini dapat memiliki pengaruh hingga 70% dari total keragaman fenotip. Dalam pengertian dasar, sering kali interaksi antara kedua faktor tersebut (GxE) diabaikan.
Faktor genetik sendiri dapat dipartisi sebagai berikut:
G = A + I + D …………………………………. rumus 1.2
Dimana faktor genetik terdiri dari bagian additif (= A; bagian yang terwariskan), dominansi (= D; interaksi antar alel dalam satu gen) dan Epistasis (= I; yang mewakili interaksi antar gen). Secara terminologis, genotip dapat diartikan sebagai gen atau kombinasi dari beberapa gen yang mempengaruhi sifat tertentu. Namun jika kemudian kita berbicara tentang, misalnya “genotip teradaptasi terhadap iklim tropis”, maka istilah genotip akan meliputi semua gen yang berhubungan dengan: ketahanan terhadap suhu tinggi, ketahanan terhadap parasite dan sejenisnya.
Gambar 1.1. Ruang lingkup program pemuliaan (van Der Werf, 2000)
Untuk mengetahui dan menentukan genotip terbaik, kita harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan, manajemen dan komponen ekonomis untuk kemudian menganalisa bagaimana factor-faktor tersebut saling berinteraksi dengan genotip. Hal ini akan berpengaruh terhadap tujuan program pemuliaan yang sesuai dengan potensi dan kondisi lingkungan. Kuliah ini akan membahas factor-faktor yang mempengaruhi kualitas genetis ternak baik yang alami maupun hasil manipulasi manusia.
Pertimbangan kedua adalah sebuah pertanyaan; setelah kita memiliki hewan terbaik, bagaimana cara kita mengembang-biakkan hewan tersebut supaya keturunannya memiliki kemampuan berproduksi yang lebih baik atau paling tidak sama dengan kemampuan populasi tetuanya? Atau dengan kata lain, bagaimana agar kualitas genetic suatu populasi hewan ternak dapat meningkat dari generasi ke generasi berikutnya.
C. Struktur populasi
Pertimbangan tentang reproduksi berkaitan erat dengan struktur populasi dan tujuan program pemuliaan yang telah ditetapkan. Struktur populasi hewan ternak pada umumnya berbentuk pyramid, dimana hewan elit berada di puncak hierarki dengan jumlah yang terbatas. Merekalah yang akan mensuplai materi genetic kepada populasi di bawahnya.
Gambar 1.2. Struktur populasi program pemuliaan, skema piramid tertutup
Elite adalah hewan-hewan terbaik yang akan menghasilkan tetua untuk dikembangbiakkan lebih lanjut. Kalangan ini tidak mendapat campur tangan dari golongan di bawahnya, sehingga mereka harus memiliki program rotasi yang memadahi. Hewan pada tingkat multiplier adalah keturunan langsung dari elite, mereka akan dikembang biakkan dan keturunannya merupakan hewan niaga (finalstock) yang hasil produksinya jatuh ke tangan konsumen. Program pemuliaan dilakukan pada tingkatan elite dan multiplier, dan final stock akan memperoleh hasil dari peningkatan mutu genetic golongan yang ada di atasnya.
D. Seleksi
Seleksi adalah segala hal menyangkut pemilihan hewan unggul yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya. Proses ini terjadi pula di alam bebas yang sering disebut sebagai seleksi alami. Didalamnya individu-individu yang paling mampu beradaptasi dengan lingkungan (the fittest) akan dapat bertahan hidup untuk kemudian berkembang biak, sedangkan yang
lainnya akan mati. Dengan demikian hanya materi genetic dari individu-individu terbaiklah yang diteruskan ke generasi berikutnya.
Sebagai pemulia, kita tidak hanya tertarik kepada sifat-sifat adaptif (fitness traits) tetapi juga terhadap sifat-sifat produksi dan reproduksi. Oleh karenanya dilakukanlah seleksi buatan yang dititik beratkan pada sifat-sifat produksi sesuai dengan program yang telah dicanangkan. Intinya adalah memilih individu-individu dengan kualitas genetic terbaik untuk dapat meneruskan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Atau dengan kata lain memilih individu-individu dengan nilai pemuliaan tinggi untuk dapat menghasilkan keturunan yang unggul. Hasil yang diharapkan adalah populasi di masa mendatang dengan rerata performan lebih baik daripada tetuanya melalui peningkatan mutu genetis secara bertahap.
Proses seleksi pada hewan ternak didasarkan pada nilai pemuliaan (NP atau BV = breeding value), yang merupakan nilai keunggulan genetis seekor individu dibandingkan dengan rerata populasi (niasanya dinyatakan sebagai simpangan/deviasi dari rerata). Untuk memperoleh NP diperlukan data performan. Data ini dapat berasal dari berbagai sumber tergantung dari sifat yang diamati. Sumber-sumber tersebut antara lain performan sendiri, kerabat maupun keturunan. Namun dewasa ini sumber informasi dapat berupa genotip dari genom hewan ternak itu sendiri. Pembahasan lebih lanjut tentang NP dan faktor-faktor terkain akan ada di sebagian besar kuliah ini.
E. Perkawinan
Setelah proses seleksi berhasil memilih individu-individu unggul, pertanyaan berikutnya adalah: “bagaimana cara mengembangbiakkan hewan-hewan tersebut?”. Disinilah pemulia dituntut untuk dapat menentukan dan memprogramkan system perkawinan yang tepat. Betina mana akan dikawinkan dengan pejantan yang mana, berapa rasionya dan dengan menggunakan sistem apa? Ada tiga alasan mengapa perkawinan harus tersistem 1) untuk memproduksi keturunan dengan nilai pemuliaan yang ekstrim, 2) memanfaatkan sifat komplementer dan 3) untuk meraih hybrid vigour. Nilai pemuliaan yang ekstrim didapat dengan mengawinkan tetua yang memiliki nilai pemuiaan ekstrim pula (tinggi*tinggi, rendah*rendah). Seleksi tidak hanya dilakukan terhadap satu sifat, tetapi secara simultan terhadap beberapa sifat. Antar tetua (jantan dan betina) tidak mungkin unggul di semua sifat, pemanfaatan sifat komplementer ditujukan untuk memperoleh keturunan bersifat sedang namun merupakan yang optimal. Hybrid vigour sering pula disebut heterosis, dimana performan individu hasil persilangan lebih baik dari rerata performan populasi kedua tetuanya yang merupakan galur murni. Hybrid vigour tidak sama di semua sifat, tetapi paling banyak dijumpai pada sifat2 fertilitas dan ketahanan hidup (survivability). Atas dasar pertimbangan inilah, maka persilangan bangsa ternak harus dilaksanakan secara teliti dan terkontrol.
F. Teknologi terkait
Teknologi yang digunakan dalam dunia pemuliaan biasanya meliputi dua hal, teknologi reproduksi dan molekuler. Dalam pelaksanaan program perkawinan, metode apa yang akan digunakan juga harus mendapatkan perhatian. Metode yang dimaksud berkaitan dengan teknologi reproduksi; seperti: inseminasi buatan, embryo transfer, penyetaraan estrus dan sebagainya.
Kemajuan di dunia bioteknologi dan bioinformatika juga mendukung terlaksananya program seleksi berbasis informasi DNA. Baik dengan pendekatan identifikasi gen atau genomic region yang berpengaruh terhadap suatu sifat, maupun melalui pendekatan genomic selection. Penjelasan lebih lanjut akan ada di dalam bab lain.
G. Biodiversitas
Segala keputusan yang dbuat maupun kebijakan yang akan diimplementasikan harus selalu mempertimbangkan isu biodiversitas. Mengesampingkan hal ini berarti ancaman terhadap kelestarian sumber daya hayati. Perlu diingat bahwa elit dalam piramida populasi merupakan breed murni sebagai sumber genetiknya, maka jika ketersediaannya terancam berarti pula ancaman terhadap seluruh populasi ternak dan ketersediaan sumber pangan hewani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar