"Pasti kita sudah tidak asing lagi dengan istilah kutukan atau laknat atau apa lagi istilah yang memiliki arti hampir sama dengan kutukan. Kutukan adalah sejenis mantra atau ucapan yang akan memberikan dampak/ musibah bagi pihak yang dikutuk."
Sewaktu kecil ketika masih umur 10 tahunan aku memiliki masalah sama teman-teman sebayaku. Masalahnya cukup serius. Yaitu aku di jahui oleh teman-temanku. Buakan karna aku nakal ataupun jelek, bau, apalagi jorok. Aku bukan orang seperti itu.
Aku di jahui oleh teman-temanku karan aku memiliki sebuah kutukan. “KUTUKAN” ya itu kalimat yang ku buat untukku saat itu. Karna setiap mainan temanku yang aku sentuh pasti langsung rusak. Contohnya ketika bermain sepatu roda karena yang punya sepatu roda hanya satu orang kita bermain bergantian ketika tiba giliranku, saat akan ku pakai tiba-tiba roda depan sepatu roda itu patah. Padahal aku belum sempat berdiri dan mencobanya. Aku merasa bersalah dan segera minta maaf. Lalu berlanjut ke video game, ada satu temanku yang memiliki video game baru. Karna ingin mencoba aku meminjamnya, belum sempat ku mainkan, baru saja ku nyalakan tombol on/off-nya entah kenapa tiba-tiba alat itu layarnya menjadi buram. Dalam pikiranku saat itu mungkin layarnya memang begitu karena video game punyaku yang lama layarnya memang tidak secerah punyaku yang baru. Lalu aku bermain, ketika di tengah permainan temanku melihat video gamenya dan melihat layarnya yang redup dia bilang kalau aku merusakkannya. Yang jelas waktu itu aku mebrontaknya karna jelas-jelas sejak aku bermain tadi layarnya emang begitu. Setelah itu dia menagis dan pulang.
Kejadian-kejadian seperti itu berlanjut hingga berminggu-minggu. Semua mainan temanku (teman rumah bukan teman sekolah. teman rumahku tidak semuanya satu sekolah kami ber delapan terbagi menjadi lima sekolah dasar yang berbeda saat itu) rusak ketika baru aku pinjam atau aku sentuh. Entah itu mainan elektronik maupun non elektronik semuanya rusak.
Pada ahirnya di suatu siang setelah pulang sekolah aku mau bermain. Ku cari teman-temanku dari satu rumah ke rumah lain. Tapi tak ada balasan panggilanku pada mereka. Ahirnya siang itu aku bermain sendiri. Menjelang sore aku mencari mereka lagi, satu-persatu temanku ku datangi di rumah mereka masing-masing tapi mereka tidak ada.
Ke esokan harinya setelah pulang sekolah aku mencari teman-temanku lagi. Dan mereka tidak ada. Lalu aku mulai berpikir sejenak. Dalam pikiranku saat itu mungkin teman-temanku sedang rahasaiaan-rahasiaan denagku sehingga mereka tidak mau menemuiku (biasa permaina anak kecil saat itu).
Selidik-punya selidik aku mengikuti permain mereka. Mereka main rahasiaan-rahasiaan padaku akupun berubah menjadi ditektif cilik yang akan membokar rahsia mereka. Siang itu aku seharian bersembunyi di atas pohon mangga depan rumah menunggu teman-temanku kalu mereka datang atau lewat.
Sekitar satu jam an, temanku dengan sembunyi-sembunyi seperti bermain petak umpet tengok kanan kiri berdiri di belakang pagar rumah salah satu tetanggaku. Di atas pohoon itu aku melihatnya. Dan ternyata bukan satu orang saja yang ada di sana semua teman rumahku ternyata ada disana dan ikut-ikutan temanku yang pertama. Ketika akan melewati depan rumahku teman-teman ku dengan berjinjit-jinjin dan berjalan pelan pelam seerti kucing sedang siap-siap memangsa seekor tikus. Dan kecurigaan ku saat itu benar kalau mereka memiliki rahsaia tanpa aku. “ku ikuti mermainanMu” kataku dalm hati.
Setelah melewati depan rumahku mereka berlari sekencang-kencangnya menuju sebuah perkarangan kosong milik etangga kami. Di pekarangan itu tumbuh banyak tumbuhan mulai ketela, tebu, pisang, jambu, mangga, nanas dan beberapa pohon yang tak kuketahui namanya. Di sana lah mereka berkumpul lagi. Membentuk sebuah barisan kecil anak-anak usia 10 tahuan.
Setelah mereka masuk pekarangan tersebut aku mulai turun dari pohon mangga. Dengan pelan-pelan seperti yang mereka lakukan tadi berjinjit-jinjit agar tidak terdengar suara langkah kakiku, aku menuju ke tempatmereka. Ku lihat mereka sedang duduk-duduk di belang pekaranag itu. Dengan hati-hati, denga bersembunyi di balik setiap pohon nangka dan mangga yang aku lewati aku berusaha mendekati mereka. Karna tubuhku yang dulu sangatlah kecil dengan mudah aku bersemunyi di tiap pohon-pohon tersebut hingga aku dapat mendekati teman-temanku yang hingga jarak aku bisa mendengar percapakan mereka.
Lalu dengan santai dan sedikit senyum puas aku mulai duduk dan mendengar pembicaraan mereka. Tanpa curiga mereka mulai bicara. Dan yang mereka bicarakan adalah “AKU”. Aku yang selalu merusakkan mainan mereka, aku yang mereka salahkan, aku yang mereka benci, aku yang jadi olok-olokan meka. Dan aku yang mendengarkan mereka bicar ini hanya bisa menangis dalam hati saja di persembunyian. Aku ingin marah dan memukul mereka satu-persatu tapi dalam pikiranku mana mungkin aku menang satu lawan ber tujuh?
Hingga setengah jam an aku mendengarkan mereka bicara yang mengolok-olok aku, membenci diriku dan dendam denganku. Lalu meka mengatakan tidak akan mengajakku bermain apapun karna mereka takut semua barang mereka rusak karna sentuhan tanganku. Sebagai penutup mereka melakukan sumpah bersama kalau mereka tak akan pernah mengajakku bermaina lagi. Sekali lagi, aku menagis dalam persembunyian.
Lalu setelah puas membicarakan aku mereka bilang kalu mereka akan bermain game sega terbaru milik temanku. Mereka pergi tanpa tahu kalau aku dari sejak tadi mendengarkan mereka bicara. Mereka pergi lewat pekarangan belakang yang langsung mengarah ke rumah salah satu temanku.
Walaupun rasa sakit di hati setelah mendengar mereka membicarakan aku tapi rasa penasaranku akan permainan baru itu lebih besar dari rasa sakit hatiku pada mereka. Denagan hati-hati aku aku mengikuti mereka lagi. Di salah satu rumah temanku mereka masuk kedalam. Pintu di tutup dari dalam sehingga rumah terlihat kosong tertutup.
Lalu aku mendekati rumah temanku itu. Aku tahu mereka ada di dalam, lalu lewat lubang jendela yang kecil aku intip mereka. Kulihat mereka sedang asik bermain game dan bersenag-senag tanpa aku. Tanpa berpikir panjang aku panggil nama mereka satu-persatu di depan rumah itu. Sambil ku lihat jendela kulihat mereka lari terbirit-birit bersembunyi di belakang almari, belakang kursi ataupun berlari ke salah satu kamar. Mungkin dalam pikiran mereka yang penting mereka tidak terlihat olehku walaupun jelas-jelas aku melihat mereka.
Barulah aku ingat kalu mereka membenciku. Mereka takut kalau aku merusakkan mainan mereka lagi. Disitulah aku sadar kalau mereka tidak menginginkan aku. Lalu aku berlari pulang. Di rumah, di dalam kamar aku menagis. Walaupu cowok kalu begitu caranya pastilah menagis. Dan tak ada yang tahu kalu aku menangis. Seperti siang-siang biasanya sekitar rumahku kosong orang dewasa di saat itu sedang bekerja, yang ada hanya anak sekolah seusiakau dan para nenek-nenek pengangguran di beberapa rumah. Hal ini sudah biasa bagi kami anak-anak di sekitar rumahku.
Aku sadar kalu mainan temanku rusak saat aku yang pegang, aku sadar aku yang salah, tapi tak sepantsanya mereka meninggalkan aku. Berhari-hari sehabis pulang sekolah yang aku lakukan hanya memanjat pohon mangga dan mengamati teman-temanku bermainan. Kadang-kadang aku juga ikut tersenyum jika ada hal yang lucu pada mereka. Tapi itu bukan hal yang mampu membutatku ikut bermain dengan mereka.
Selama itu aku merasa akau aku di kutuk Tuhan kalau semua barang yang ku sentuh akan segera rusak. Seperti dalam sebuah film dimana semua yang di sentuh tokoh utama akan menjadi emas hingga keluarganya dan teman-temannya menjadi emas. Bedanya dia menjadi emas dan aku menjadi barang rusak. Dalam kesendirianku itu aku memohon pada tuhan agar hal itu tidak terjadi padaku.
Hampir dua minggu hal itu berlangsung. Sendiri, bosan, di jahui seperti menjadai sebuah kebiasaaan. Aku menjadi pendiam dan suaka bermain . orang tuakau memang tak curiga karna ketika di hadapan mereka sifatku seperti biasa.
Lalau di suat sore seorang temanku (cewek) datang kerumah dan mengajakku bermain. Walaupun rasa sakit masih ada karna ulah dia dan mereka tapi aku menaggapinya denagn senang hati. Hanya berdua kita bermain, berjalan-jalan dan bercanda. Mulai dari bermain ke sawah, ke setadion sampai bermain video game di rumahku. Selama sebulan lebih hanya dialah yang menjadi teman bermainku yang setia.
Entah karna bosan atau apa satu persatu temanku mulai dekat dengan ku lagi. Tanpa ku ungkit-ungkit perkataan mereka aku bermain bersama lagi. Sampai umur menjelang 22 tahun aku memendam ingatan itu sendiri. Dan hari ini kutulis dalam sebuah tulisan. Rasa takut merusak barang orang lain masih ada sampai sekarang hingga kadang-kadang aku tak berani meminjam sesuatu pada temanku hingga teman-temanku menganggapku orang yang tertutup. Rasa hidup sendiri tanpa teman hingga sekarang masih kuingat dengan jelas rasanya, aku takut kehilangan satu teman dalam hidupku. Betapa bosan dan sedihnya tanpa teman saat itu. Selain itu pelajaran yang ku ambil bahwa aku harus bertanggung jawab akan apa yang aku lakukan sengaja ataupun yang tidak aku sengaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar